Menjadi Boyan di Negeri Singa: Kisah Adaptasi Orang Bawean di Singapura

Haji Faizal (berbaju putih) Presiden PBS, Ustaz Bahrul Ulum (berbaju biru) Wakil Presiden PBS, dan Kiai Mustafa (berbaju merah), Gambar diambil pada 19 November 2025
(Foto: H. Morni For kabarbawean)

kabarbawean.com - Singapura menjadi salah satu tujuan utama perantauan orang Bawean sejak awal abad ke-19. Dari perjalanan panjang itu, lahir komunitas Boyan yang hingga kini tetap menjaga jejak identitas Bawean di tengah modernitas. Dari proses panjang inilah lahir komunitas yang kini dikenal dengan sebutan Boyan.

Awal Kedatangan Orang Bawean

Gelombang awal kedatangan orang Bawean ke Singapura berlangsung dalam konteks migrasi tenaga kerja pada masa kolonial. Mereka datang dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Pada masa awal, orang Bawean datang ke Singapura sebagai pekerja sementara. Mereka bekerja di sektor informal seperti buruh pelabuhan dan penjaga kuda.

Kondisi hidup yang berat mendorong mereka membangun solidaritas antarsesama perantau.

Dalam kondisi sebagai pendatang, orang Bawean membangun ruang bersama untuk saling menopang. Dari sinilah solidaritas komunitas Boyan mulai tumbuh dan menguat.

Salah satu bentuk solidaritas tersebut adalah pendirian rumah pondok. Tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai hunian, tetapi juga sebagai pusat pembinaan sosial dan keagamaan.

Rumah pondok menjadi ruang penting dalam mempertahankan nilai budaya dan identitas Bawean.

Seiring perkembangan komunitas, kebutuhan akan wadah resmi semakin terasa. Organisasi sosial kemudian lahir sebagai sarana menjaga kebersamaan dan kepentingan bersama.

Persatuan Bawean Singapura sebagai Perekat Komunitas

Seiring waktu, komunitas Boyan membentuk organisasi seperti Persatuan Bawean Singapura. Organisasi ini berperan menjaga hubungan internal komunitas.

Selain itu, organisasi tersebut juga menjadi penghubung antara Boyan di Singapura dengan Bawean sebagai daerah asal.

Proses hidup berdampingan dengan beragam etnis di Singapura membentuk identitas Boyan yang khas. Identitas ini terus berkembang seiring perubahan generasi.

Dalam proses adaptasi, identitas Boyan mengalami perubahan. Mereka tidak sepenuhnya melebur, tetapi juga tidak terpisah dari masyarakat Singapura.

Identitas Boyan berkembang sebagai identitas hibrida yang memadukan nilai Bawean dan realitas sosial Singapura.

Perjalanan komunitas Boyan tidak hanya soal bertahan hidup, tetapi juga tentang peningkatan kualitas hidup dari waktu ke waktu.

Dari generasi ke generasi, keturunan Bawean menunjukkan peningkatan mobilitas sosial. Banyak yang kini bekerja di sektor formal dan profesional.

Keberhasilan ini menunjukkan bahwa adaptasi dapat berjalan seiring dengan pelestarian identitas budaya.

Keberadaan Boyan di Singapura memberi posisi strategis dalam hubungan sosial dan budaya antarnegara.

Meski telah menjadi warga Singapura, hubungan emosional dengan Bawean tetap terjaga. Bantuan sosial dan kunjungan rutin masih dilakukan.

Komunitas Boyan berpotensi menjadi jembatan budaya antara Indonesia dan Singapura, sekaligus duta identitas Bawean di tingkat global.

Catatan :Tulisan ini merujuk pada buku karya Dewi Indrawati dkk. berjudul "Menjadi Boyan: Strategi Adaptasi Keturunan Bawean di Singapura,"  yang mengulas proses adaptasi diaspora Bawean di Singapura.

Editor: Ahmad Faiz

saiful hasan

Jurnalis di Media Kabar Bawean. “Jika tak lahir sebagai cahaya, jadilah cahaya melalui tulisan."

Lebih baru Lebih lama