kabarbawean.com- Pengurus Cabang Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCNU Bawean menggelar bedah buku dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional, Ahad (7/12/2025) di Aula Gedung PCNU Bawean.
Acara tersebut menghadirkan penulis buku “Studi Filologi Historis Sumber-Sumber Primer Historiografi Wali Sanga”, Prof. Dr. KH. Ahmad Baso, MA, seorang akademisi dan peneliti asal Makassar.
Kegiatan ini dihadiri pengurus PCNU Bawean, perwakilan banom-banom NU se-Bawean, serta kalangan akademisi. Bedah buku dipandu oleh moderator Nurul Istiqamah, S.Sos., M.Pd. dosen STIT Raden Santri Gresik.
Dalam paparannya, Prof. Baso mengungkap sejumlah temuan sejarah penting terkait peran ulama Bawean dalam jaringan keilmuan Islam di Nusantara dan dunia. Ia menuturkan kembali kisah Syekh Zainuddin al-Baweani, pendiri Madrasah Darul Ulum di Mekkah, serta Syekh Hasan Asy’ari Bawean, dua tokoh yang menunjukkan bahwa ulama Jawa, khususnya Bawean pernah menjadi muallim di tanah Arab.
“Kader-kader NU Bawean harus punya semangat seperti para ulama terdahulu. Mereka bukan hanya belajar, tetapi mengajar hingga ke pusat-pusat ilmu dunia” tutur Prof. Baso.
Ia juga menyingkap data historis menarik bahwa nama Sangkapura tercatat dalam prasasti Majapahit abad ke-15 sebagai Singapura, menunjukkan akar sejarah yang panjang.
Data Manuskrip: Jejak Wali, Pelabuhan Besar, dan Jalur Dakwah Nusantara
Prof. Baso memaparkan penelitiannya terhadap berbagai manuskrip dari Palembang, Makassar, hingga arsip kuno di Belanda yang memuat hubungan erat Bawean dengan Wali Songo. Di antaranya:
- Catatan mengenai murid dari Palembang yang singgah di Bawean sebelum ke Jawa.
- Penyebutan Bawean sebagai wilayah Raja Pandir, leluhur dari jaringan keluarga Sunan Bonang dan Sunan Gunung Jati.
- Peran orang Bawean yang justru mengislamkan masyarakat Cina, bukan sebaliknya, melalui dakwah Sunan Gunung Jati dan rombongan bangsawan Bawean.
- Jalur pelayaran ulama dari Jawa ke Makassar, Maluku, hingga Mesir yang selalu melalui Bawean dan Masalembo.
- Hubungan Bawean dengan jaringan Sunan Bonang, termasuk kelompok Anak Bodabonan yang membawa ajaran Sunan Bonang ke wilayah timur Indonesia tahun 1580-an.
Ia juga menjelaskan perubahan nama Pulau Nubuk pelabuhan besar tempat kapal Jawa berlabuh yang kemudian dikenal sebagai Lobok atau Lebak.
Meluruskan Miskonsepsi Seputar Wali Songo
Prof. Baso menegaskan banyak cerita populer tentang Wali Songo yang tidak sesuai sumber asli. Misalnya kisah kekerasan, pembantaian Syekh Siti Jenar, penghancuran aksara Jawa, atau penghapusan adat setempat.
“Itu narasi fiktif yang diproduksi kolonial dan diteruskan penulis asing. Para wali tidak pernah haus darah. Mereka mengutamakan kasih sayang, pengampunan, dan pendidikan,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga sanad dan tradisi keilmuan, sebab banyak generasi muda yang tidak lagi memahami silsilah ulama Nusantara.
Diskusi Interaktif dan Respons Peserta
Sesi tanya jawab berlangsung hangat. Peserta antusias menggali lebih dalam hubungan Bawean dengan jaringan para wali, jalur dakwah, hingga petilasan yang ada di Bawean.
Harapan Lakpesdam: Mengembalikan Sejarah ke Sumber Asli
Ketua Lakpesdam Bawean, Achmad Baruddin, M.Ap, menyampaikan bahwa kegiatan seperti bedah buku sangat penting untuk meluruskan pemahaman sejarah Islam di Nusantara.
“Selama ini kita mengenal Wali Songo dari film atau cerita turun temurun. Bedah buku seperti ini membantu kita kembali ke sumber-sumber primer agar tahu bagaimana sejarah sebenarnya,” ujarnya.
Ia berharap kegiatan serupa terus digalakkan demi memperkaya wawasan dan menghidupkan kembali tradisi intelektual ulama Bawean.
Editor:Ahmad Faiz
