![]() |
| Babi Kutil Bawean yang ditusuk dengan parang oleh sebagian masyarakat pada tahun 2024 silam (Foto:Istimewa) |
kabarbawean.com - Pulau Bawean menyimpan kekayaan hayati yang tidak dimiliki wilayah lain di dunia, salah satunya babi kutil Bawean (Sus blouchi). Satwa endemik ini telah hidup dan berkembang di ekosistem hutan Bawean selama ratusan tahun. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, keberadaannya kian terpojok akibat konflik berkepanjangan dengan manusia.
Di banyak wilayah tepian hutan dan area pertanian yang berbatasan langsung dengan kawasan lindung, babi kutil Bawean kerap dianggap sebagai pengganggu. Satwa ini sering merusak tanaman pangan warga, sehingga dicap sebagai hama pertanian. Pandangan tersebut berujung pada praktik perburuan dan pembunuhan yang terus berlangsung hingga kini.
Pemerhati Satwa dan Lingkungan Hidup Bawean Moh Zaini, mengatakan dari informasi yang didapat, kurang lebih dari 50 individu babi kutil dibunuh setiap tahun. Terutama melalui perburuan menggunakan anjing pemburu berkelompok yang terdiri dari 5 samapai 8 orang.
"Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa upaya pengelolaan dan solusi yang tepat, maka risiko penurunan populasi secara signifikan sangat besar, bahkan bukan tidak mungkin babi kutil Bawean akan menghadapi ancaman kepunahan di habitat alaminya," ungkap pria asal Angsanalabeng Pulau Bawean itu.
Dalam penelitian sebelumnya, populasi babi kutil Bawean diperkirakan berada pada kisaran 234-467 individu (Rode margono et al., 2020). Namun, setelah itu belum ada survei atau monitoring populasi yang berkelanjutan, sehingga kondisi populasi terkini belum banyak diketahui.
"Populasi ini sangat rentan terhadap tekanan perburuan dan konflik dengan manusia, karena menganggap mereka sebagai hama dan haram," jelasnya.
Konflik yang Butuh Solusi, Bukan Pembasmian
Perburuan yang terjadi secara masif tidak hanya mengancam kelestarian babi kutil Bawean, tetapi juga berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem hutan. Sebagai satwa herbivora yang memakan umbi dan akar, babi kutil memiliki peran penting dalam menjaga struktur tanah dan membantu penyebaran biji secara alami.
"Pendekatan pemusnahan bukanlah solusi jangka panjang. Pengelolaan konflik manusia dengan satwa liar perlu diarahkan pada upaya mitigasi, seperti pengamanan lahan pertanian, pengelolaan zona penyangga antara hutan dan kebun, edukasi masyarakat, serta monitoring populasi secara berkala," bebernya.
Ia menambahkan, tanpa adanya langkah nyata yang melibatkan berbagai pihak, masa depan babi kutil Bawean berada di ujung tanduk.
"Tanpa langkah nyata dan kolaborasi antara masyarakat, pengelola kawasan, dan peneliti, babi kutil Bawean berisiko kehilangan masa depannya di pulau yang menjadi satu-satunya rumah bagi spesies ini," tambahnya.
Lebih dari sekadar satwa liar, babi kutil Bawean merupakan bagian dari warisan alam Pulau Bawean. Melindungi populasinya berarti menjaga keseimbangan ekosistem sekaligus mempertahankan identitas keanekaragaman hayati pulau tersebut. Konflik dengan manusia memang tidak bisa dihindari, namun pendekatan yang tepat dapat membuka jalan bagi konservasi yang berjalan seiring dengan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Resort Konservasi Wilayah (RKW) 9 BKSDA Pulau Bawean Gresik, Fajar Dwi Nur Aji, mengakui adanya aktivitas perburuan babi kutil di sejumlah wilayah Bawean. Meski demikian, pihaknya menilai perlu adanya kajian lebih mendalam untuk memahami akar permasalahan.
"Kalau terus diburu bisa punah, padahal ini satwa endemik. Hanya ada di Pulau Bawean. Namun, kami masih perlu melakukan monitoring sekaligus penelitian dari aktivitas perburuan disengaja atau tidak. Kenapa babi keluar, apa makanan kurang, atau ada manusia yang masuk ke hutan," ungkapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa persoalan ini tidak terjadi di satu lokasi saja, melainkan bersifat parsial di beberapa titik yang rawan konflik. Dalam artian memang ada beberapa wilayah yang kerap ditemukan perburuan.
"Nantinya ketika sudah ada data pasti penyebab babi keluar. Termasuk titik rawan konflik antara babi kutil dan manusia. Maka, akan ada upaya pengendalian dari peran masyarakat bersama-sama mengelola kawasan," imbuhnya.
Editor: Ahmad Faiz Reporter: Saiful Hasan
