![]() |
| Musholla An-nur tepi pantai Bawean yang terbuat dari kayu sejak 1995.(Foto: kabarbawean) |
Kabarbawean.com - Musholla An-Nur yang terletak di Dusun Sawah Laut, Desa Sawah Mulya, Kecamatan Sangkapura, dibangun pada tahun 1995 oleh H. Muhammad Arabi dan hingga kini belum pernah direnovasi. Nama An-Nur, yang berarti cahaya, dimaknai sebagai “cahaya dari timur”.
Makna tersebut disampaikan H. Safari, menantu H. Muhammad Arabi, saat diwawancarai pada Jumat (13/12/2025).
“Nama An-Nur dimaknai sebagai cahaya dari timur, simbol terbitnya harapan dan petunjuk. Seperti matahari yang terbit dari timur, musholla ini diharapkan menjadi awal cahaya iman bagi masyarakat pesisir, tempat nelayan memulai hari dengan doa dan kembali dalam rasa syukur,” ujar H. Safari.
Ia menjelaskan, musholla tersebut dibangun karena pada saat itu tidak tersedia lahan khusus untuk kegiatan keagamaan, terutama untuk menampung anak-anak yang belajar mengaji. Awalnya, Ibu Wiyah mengajar Al-Qur’an tanpa memiliki tempat tetap, hingga kemudian muncul inisiatif untuk mendirikan musholla.
“Waktu itu tidak punya lahan. Ibu Wiyah awalnya mengajar ngaji Al-Qur’an, tapi tidak ada tempat, kemudian ada inisiatif membuat musholla,” jelasnya.
Pembangunan Musholla An-Nur dilakukan secara gotong royong oleh warga. Musholla ini difungsikan sebagai tempat shalat berjamaah dan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para nelayan, mengingat mayoritas masyarakat setempat berprofesi sebagai nelayan.
“Tujuannya untuk menampung shalat berjamaah. Harapannya nelayan juga bisa shalat berjamaah karena di sini mayoritas nelayan,” kata H. Safari.
Aktivitas jamaah di musholla ini terbilang cukup ramai, terutama pada waktu shalat Maghrib, Isya, dan Subuh.
“Masyarakat sekitar banyak yang jamaah Maghrib, Isya, dan Subuh. Kalau Ramadan sering sampai tidak muat,” ungkapnya.
Dari sisi bangunan, Musholla An-Nur menggunakan material kayu yang memiliki nilai seni. Kayu gulin diperoleh dari infak Kepala Kantor Perikanan, Muntasir, sementara kayu jati bekas rumah kuno merupakan infak dari Fathurrazi.
“Kayunya dipilih karena memiliki nilai seni. Kayu gulin infak dari Pak Muntasir, dan kayu jati bekas rumah kuno infak dari Pak Fathurrazi,” terang H. Safari.
Ke depan, Musholla An-Nur direncanakan akan kembali diaktifkan sebagai tempat mengaji bagi anak-anak dan masyarakat sekitar.
“Nanti akan diaktifkan lagi untuk tempat mengaji,” ujarnya.
H. Muhammad Arabi sendiri dikenal sebagai guru agama yang mengabdi di sekolah formal di Bawean selama kurang lebih 25 tahun. Ia merupakan santri dari sejumlah pondok pesantren tua di Jawa Timur, di antaranya Sidogiri, Buduran, dan Genggong, serta dikenal kreatif dan menyukai kesenian.
Selain aktif dalam dunia pendidikan, H. Muhammad Arabi juga terlibat dalam berbagai kegiatan keagamaan dan organisasi.
“Beliau menjadi imam di musholla SMP Negeri, dan shalat Asar di musholla Kampung Mazraatul Jannah. Beliau juga Ketua Jamaah Al Khidmah Kecamatan Sangkapura,” kata H. Safari.
Dalam riwayat organisasinya, H. Muhammad Arabi pernah aktif dalam kegiatan politik dan kepemudaan.
“Saya menjadi Tim 9 PKB pertama yang berkumpul di Pondok Pesantren Hasan Jufri pada masa Ali Dhofir dan Pak Zulfan mencalonkan DPRD Kabupaten Gresik,” ujar H. Muhammad Arabi.
Ia juga pernah menjabat sebagai Koordinator Banser di Bawean sekitar tahun 1997.
“Sekitar tahun 1997 saya menjadi koordinator Banser di Bawean,” katanya.
Selama mengabdi sebagai guru agama, H. Muhammad Arabi juga memiliki pengalaman mengajar di wilayah terpencil.
“Dulu saat mengajar di Desa Grejak, saya berjalan kaki dari Sungai Rujing ke Dusun Tirta selama tujuh tahun,” ungkapnya.
Editor: Ahmad Faiz Reporter: Saiful Hasan
